Di pagi yang cerah itu, aku berangkat menuju SMP ku dengan kemeja putih dengan rok span biru tua. Menuruni bukit yang terjal dengan perasaan cemas. Bukan cemas karena takut tersandung batu lalu jatuh ke jurang, tapi cemas menanti pengumuman ujian akhir sekolah. Penentuan untuk kelanjutan pendidikan dan masa depanku nanti. Sepanjang perjalanan aku hanya berdoa agar bisa lulus.

Akhirnya sampai juga di depan sekolah. Aku melangkah masuk kelas dengan wajah datar. Yah ekspresi wajahku memang selalu datar bagaimanapun suasana hati saat itu. Suasana kelas sangat ramai, ada yang menunjukkan ekspresi bahagia, sedih, cemas, bahkan ada yang menangis. Kami semua menunggu pengumuman itu sambil berbincang-bincang di kelas.
Tepat pukul sepuluh pagi, hampir semua orang tua murid telah hadir dan mengisi kursi-kursi yang telah disediakan. Bapak Kepala Sekolah memulai pidatonya. Pidato yang terasa sangat panjang menurutku. Akhirnya setelah menyelesaikan pidatonya, beliau mengumumkan hasil ujian akhir nasional.

“Alhamdulillah SMP kita lulus 100%.” kata kepala sekolah.

Kami pun serentak bersorak-sorai melompat bahagia. Tapi mimik wajahku masih datar seperti biasanya. Aku kemudian menghampiri orang tua ku dan melihat isi amplop putih yang berisi angpau. Eits maksudku berisi nilai ujian akhir nasional. Kubuka amplop itu perlahan dan kupandangi nilai-nilai yang tertera di kertas itu.

“Wah nilaiku bagus-bagus.” gumamku dalam hati.

Tapi kebanggan itu tidak bertahan lama setelah aku melihat daftar nilai semua murid. Nilai mereka jauh lebih baik dari nilai-nilaiku.

Beberapa hari kemudian, dimulailah pendaftaran baru SMA. Aku mendaftar di SMA paling favorit di kota ku. Tidak ada tes tertulis di sini. Kami hanya perlu memasukkan ijazah yang berisi nilai ujian nasional saja. Hari-hari pertama namaku masih berada di urutan atas. Namun, hari-hari berikutnya namaku semakin tersingkir ke bawah. Sampai pada hari terakhir, teman-temanku mulai berguguran dan pindah mendaftar ke SMA lain. Aku mulai putus harapan dan mulai bersiap-siap untuk mendaftar ke SMA lain juga. Tepat pukul dua belas siang, pendaftaran ditutup, dan murid yang diterima pun diumumkan. Betapa beruntungnya aku, namaku ada di urutan terbawah.

“Ah gak masalah urutan terbawah, yang penting masih nyangkut.” Kataku saat itu.

Seminggu kemudian merupakan hari pertama masuk sekolah. Hari itu juga hari pertama ospek. Aku berangkat ke sekolah memakai topi balon, kaos plastik kresek loreng, rambut diikat 7 dengan pita tali rafia, dan tak lupa memakai empeng. Sepanjang jalan menjadi bahan tertawaan orang-orang, tapi aku cuek aja. Sesampainya di sekolah, aku mencari namaku di tiap pintu kelas. Kutelusuri satu-persatu sampai pada akhirnya menemukan namaku di depan pintu X 3. Aku masuk ke dalam dan berkenalan dengan beberapa orang. Tapi hanya selang beberapa saat, aku sudah lupa nama mereka. Maklum ingatanku tentang nama orang sangat buruk.

Kami tidak duduk bebas sesuka hati. Duduk kami diatur dan diurutkan berdasarkan abjad. Aku selalu memilah-milah orang berdasarkan feelingku saat melihat seseorang. Aku akan tahu mana orang yang akrab denganku dan mana orang-orang yang enggak bakalan cocok hanya dengan sekali melihat. Tapi ternyata teman sebangkuku adalah salah satu yang kupikir tidak akan cocok denganku. Yah apa boleh buat aku duduk saja.

Hari-hari ospek yang melelahkan tapi menyenangkan akhirnya berakhir, kami memulai pelajaran SMA yang sesungguhnya. Lama-kelamaan keadaan kelas yang sesungguhnya terlihat. Ada orang-orang yang ceria, pendiam, nakal, dan sebagainya. Beberapa orang mulai membentuk geng-geng. Termasuk teman sebangku saya membentuk geng dengan teman yang lain. Dan aku sendiri masih menyendiri. Aku bukan tipe orang yang mudah bergaul. Lebih suka menghabiskan waktu sendiri. Mungkin beberapa orang menganggap aneh, tapi apa boleh buat aku cuek saja.

Keadaan seperti itu terus berlanjut sampai pada akhirnya ada perubahan tempat duduk. Kami boleh bebas memilih tempat yang diinginkan. Inilah awal aku menemukan teman-teman akrab. Aku selalu datang terlambat, jadi selalu dapat di paling belakang. Orang-orang yang menduduki tempat belakang selalu sama. Entah bagaimana prosesnya, kami yang duduk di belakang ini menjadi sangat akrab. Kami selalu kemana-mana bersama-sama.

Kami sangat berbeda dari geng-geng lainnya. Kenapa? Berbeda dengan geng lain yang kerjaannya cuma bergosip, kami tidak pernah bergosip. Kami sibuk dengan cerita kami masing-masing. Dan yang lebih aneh lagi, kami semua menjomblo sampai lulus SMA. Hhahaha.

Comments (0)